“Memaknai Antara yang Kodrat dan Konstruk sosial”[1]
Kajian tentang perempuan,
dalam konteks ini wanita muslimah selalu menjadi tema yang menarik. Bahkan
dalam struktur dan niai-nilai masyarakat di Indonesia ramai di perbincangkan, tidak
jarang dihadapkan secara vis a vis dengan
laki-laki. Misalnya dalam bidang pendidikan yang menjadi muara dibentuknya dan
dikembangkannya sumber daya manusia, juga masih terjadi kesenjangan antara
laki-laki dan perempuan. Situasi ini memunculkan wacana kemitrasejajaran perempuan
di tengah-tengah dominasi kaum lelaki. Namun upaya-upaya untuk mengurangi
kesenjangan itu terus dilakukan.
Di Indonesia kesenjangan
gender lebih banyak disebabkan oleh faktor sosio-kultural. Masyarakat yang
multi etnis, multi budaya dan multi agama telah menjadi setting sosial budaya
masyarakat yang mempengaruhi segenap nilai-nilai, pandangan hidup dan perilaku
individual maupun sosial. Banyaknya diskusi mengenai peran perempuan ini akhirnya
muncul kajian feminisme. Kaum feminis mulai menafsirkan ulang identitas
perempuan antara yang kodrati dan konstruk sosial. Upaya tersebut dilakukan
untuk membongkar dan menghilangkan diskriminasi atas perempuan di tengah budaya
patriarkhi.
Lantas apakah yang kodrati
dan konstruk sosial itu ?
Dua hal yang menjadi gagasan
dalam role of muslim women dalam
ruang domestik dan publik. Tafsir keagamaan yang dipahami secara bias tentu
saja tidak sejalan dengan keadilan dalam islam, bahkan membatasi ruang gerak
muslimah untuk berkiprah di level sosial, ekonomi dan politik.
Faktor sosio-kultural yang
telah mendasari masyarakat berimplikasi pada sempitnya ruang gerak perempuan.
Pandangan perempuan hanya seputar dapur, sumur dan kasur, atau kalaupun
dianggap “Jihad” perempuan hanya berkisar pada jasa pelayanan, perawatan dan hiburan.
Di masyarakat perempuan/muslimah dianggap sebagai sosok yang lemah lembut,
mengurus anak, dan seputar pekerjaan perempuan. Hal-hal inilah yang dianggap
sebagai “perempuan sebagaimana adanya” bukan “perempuan sebagai mestinya”.
Hasil konstruksi
masyarakat selama bertahun-tahun menganggap perempuan yang “idealis” yaitu yang
lemah lembut, pintar memasak, dll. Ingat !! itu bukan kodrat yang selama ini di
anggap masyarakat sebagai kodrat perempuan. Padahal bisa saja seorang perempuan
itu kuat, gagah, berani dan tangguh. Imam Khomeini menegaskan bahwa
sesungguhnya wanita memiliki dimensi seperti pria.
Menurut
Prof.Dr.Hj.Masyitoh,M.Ag dalam international seminar women of muslim, yang
kodrati adalah apa yang tak terelakkan bagi seluruh kaum perempuan (kecuali
masalah tertentu) seperti hamil, melahirkan, menyusui dan yang serupa lainnya.
Hal-hal inilah yang tidak bisa di konstruk oleh masyarakat karena bersifat
kodrati “hadiah” dari Tuhan.
Peranan dan fungsi kita
sebagai seorang perempuan muslim haruslah dipahami secara keseluruhan. Dengan
kondisi tersebut kita bisa membedakan antara yang kodrat dan konstruk sosial,
sehingga kaum muslimah lebih bisa memposisikan dirinya dalam pelaksanakan
tanggungjawabnya dan memenuhi haknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar